Selasa, 10 Maret 2009

Bojokerz, sebuah permulaan


Duarrr!

Terdengar suara pintu dibanting. Kontan seisi kelas mendongak ke arah datangnya suara. Terlihat sepotong kaki kanan terbungkus celana panjang abu-abu lusuh, kaos kaki putih yang sudah kusam sehingga terlihat menguning dan sepatu hitam yang disana-sini terdapar sobekan-sobekan. Kaki itu bergoyang-goyang. Berputar-putar seperti kaki seorang jagoan di film kung fu yang baru saja menendang KO lawannya.

Seisi kelas masih terpaku. Kaki orang sinting manakah gerangan? Kira-kira begitulah tanya mereka dalam hati.

“Huahahahaha.” Terdengar lagi suara tertawa yang aneh. Seperti suara tertawa raksasa yang dibuat-buat. Kemudian si pemilik kaki itu melompat masuk ke dalam kelas. Berdiri tegap dia atas ubin berwana lumut sambil memangku tangannya di tempat ia mendarat, masih tertawa. Persis seperti raksasa yang sedang kegirangan.

“Behhh!” protes seisi kelas. “Kau rupanya, Def!” Teriak Arsil, pemuda berdarah minang asal Pekan Baru itu.

Teman-teman yang lain masih terpaku ke arah Defri. Sepertinya, ada yang berbeda dengan penampilannya anak itu hari ini. Mereka memerhatikan si ketua kelas itu dari ujung sepatunya sampai ujung rambutnya. Berusaha mencari keganjilan tersebut.

“Botak! Wakakakakakakaka!” Seisi kelas tertawa terbahak-bahak. Suasana menjadi gaduh. Mereka telah menemukan keganjilan dari penampilan si ketua kelas pagi ini. Defri, yang rambutnya panjang sealis bergaya belah tengah seperti artis Bollywood Sakhruk Khan, kini gundul. Ditambah kulitnya yang hitam legam, kepala Defri seperti hutan di pegunungan yang setelah di babat habis, dibakar untuk membersihkannya semak-semaknya. Lucu bukan tanggung.

Seperti sudah putus urat malunya. Sambil tertawa dan tetap berpangku tangan, Defri berjalan menuju bangkunya. Kepalanya ditegakkan, seperti seorang mandor yang sedang memeriksa kerjaan anak buahnya.

Letak kursinya paling belakang, di barisan meja ke tiga dari pintu yang tadi ditendangnya. Di situ, teman sebangkunya Andra juga tertawa kegirangan sambil memegang perutnya. Anak SMA pembudi daya bulu di tubuhnya itu—bulu dibadannya lebat—tak percaya dengan apa yang sedang dilihatnya. Aneh tapi nyata. Sungguh sebuah fenomena yang jarang terjadi. Mengingat dulu Defri pernah bersumpah takkan mau memotong rambutnya bergaya gundul.

“Kayak anak Ethiopia di Afrika sana kau, Def!” teriak Iqbal, kelas makin heboh. Bagus tertawa sambil memukul-mukul mejanya, menciptakan kegaduhan. Tingkah anak keturunan Londow itu memancing teman-teman yang lain untuk membuat suara gaduh yang sama.

Defri tiba-tiba terdiam, saat gaya kepalanya yang seperti mandor memeriksa hasil kerja anak buahnya mengarah ke kedua temannya yang sepertinya tidak perduli apa yang sedang terjadi. Mereka asyik menyalin perkerjaan rumah matematika mereka dari buku Yogi, siswa paling rajin dan paling pintar seantero kelas XI IPA 6.

Mereka adalah Agung dan Bayu. Duet maut yang selalu membuat para guru marah, kesal, jijik dan lain-lain karena tingkah polah mereka yang memang seperti anak SMA lainnya. Biasanya mereka yang paling tidak bisa menahan ketawa. Tertawa seperti makan bagi mereka. tak bisa hidup tanpa tertawa.

Melihat dua teman sebangku itu asyik dengan pekerjaan mereka, Defri tak tinggal diam. Dia ingin mereka memberikan tanggapan tentang rambut barunya.

Dengan kakinya yang panjang, dia melangkahi Andra yang duduk di sebelah kirinya. Letak duduk mereka bersebelahan dengan Agung dan Bayu yang duduk paling belakang dan paling sudut di kelas.

Dia menghampiri duet maut itu. Dengan tangannya yang panjang dan hitam, dia menyenggol tangan Agung yang duduk di pinggir. Agung tetap tidak goyah. Sepertinya dia berkonsentrasi penuh terhadap apa yang sedang dikerjakannya.

Tak kehabisan akal untuk memamerkan potongan rambut barunya, Ketua Kelas berbadan jangkung itu mengambil buku Yogi. Dia mengangkatnya, menurunkannya, dan begitu seterusnya. Dua pasang bola mata mengikuti pergerakan buku itu, seperti terhipnotis sambil tetap meneruskan menyalin.

Kemudian dia mengarahkan buku itu ke kepalanya, meletakkannya di atas bahu sebelah kirinya. Teman-teman yang lain pun terdiam, memerhatikan kejadian itu. Menyaksikan kekonyolan seorang anak remaja berusia 16 tahun.

Usaha Defri tidak sia-sia. Kedua pasang bola mata itu mengarah ke kepalanya. “Uhuahuahuahuahauha!” mereka tergelak segirang-girangnya. Kelas kembali gaduh. Bagus si Londow, kembali memukul-mukul mejanya.

Tiba-tiba Bayu terdiam, duduk rapi di bangkunya, tergesa-gesa membuka buku Matematikanya. Mengecek setelan dasinya lalu berpura-pura berkonsentrasi membaca bukunya. Defri pun heran melihat gelagat aneh temannya. Sepertinya hal buruk sedang terjadi. Bola mata si sipit itu bergerak-gerak, seperti sedang memberikan isyarat yang akhirnya defri mengerti dan mengikuti pergerakan sepasang bola mata itu..

Sontak badan kurus Defri kaget. Sosok berkumis tebal menyeramkan sedang berdiri di depan pintu. Pria bertubuh pendek—kira-kira 160 senti—itu merupakan guru paling killer di sekolahan.

“Pak Masri!” teriak Bagus si Londow latah. Tanpa diperintahkan, dia mengambil topinya dari dalam tas, kemudian berlari keluar pintu. Tingkahnya lagi-lagi membuat seisi kelas mengikutinya. Mereka berlari seperti biri-biri yang baru dibukakan pintu kandang. Menuju lapangan untuk melaksanakan Upacara Bendera hari senin.

Hari ini si Ketua Kelas tak mau berbaris paling depan, remaja penggemar acara “Smack Down” itu memerintahkan Fikri, wakil ketua kelas untuk berdiri di depan. Sedangkan ia mengambil posisi di belakang, kelihatan tak mau bertugas hari ini.

Usut punya usut, rupanya Defri tidak mau menjadi anak baik. Hari ini dia mau memberontak. Sikap itu tergambar dari potongan rambutnya. Sepertinya dia ingin melakukan hal-hal yang selama ini tidak dia lakukan demi menjaga nama baiknya sebagai Ketua Kelas, sosok yang menjadi panutan untuk teman-temannya.

Defri mengambil barisan tepat di belakang Agung si Letoy. Kemudian berturut ke depan, Bayu si sipit, Andra Boeloe, Iqbal Ngantuk, Bagus si Londow, dan seterusnya sampai paling depan si Fikri.

Ke lima orang ini mendapat julukannya masing-masing akibat dari ciri bawaan badan mereka. Agung, mendapat julukan Letoy dan Gedoy, karena postur badannya yang lumayan tinggi—170 sentianlah—dan kurus itu seperti tidak kokoh, lemah, ringkih atau apalah nama lainnya. Ditambah lagi kulitnya yang putih dan rambutnya yang bergaya sisir ke samping menguatkan karakternya sebagai “si Letoy”. Sedangkan matanya yang sayu seperti mata Aktor film Rambo, Sylvester Stelon, menguatkan dia sebagai “Gedoy”, karena seperti habis bergelek, padahal termasuk anak yang rajin beribadah.

Bayu si Sipit atau sering dipanggil Aliong ini sepertinya tidak usah dijelaskan lagi. Anak lakik berkulit sawo matang ini dipanggil begitu karena matanya yang sipit. Padahal di dalam badannya tidak ada mengalir darah orang China. Berpostur tubuh lumayan. Lumayan kurus dan lumayan tinggi maksud saya. Masing-masing 45 kg dan 165 cm. Dia sama si Letoy, suka banget sama yang namanya Blink 182. Mereka hafal semua lagunya. Duet maut ini juga sering bernyanyi berteriak-teriak bikin ribut

Andra si Boeloe. Kalo yang satu ini, tadi sudah saya sebutkan diatas. Dia pembudi daya bulu di tubuhnya. Gila! Seperti kelebihan hormon penumbuh bulu. Di tangannya? Subhanallah! Tuh bulu lebat banget, sama kayak di kaki. Apalagi di dada? Beh! Kayak aktor Telenovela. Tapi postur badannya tegap boy. Potongan rambut bergaya Taruna. Maklum, bapaknya polisi, pangkatnya lumayanlah. Lumayan bisa bikin kita masuk penjara kalau salah-salah ngomong aja.

Iqbal ngantuk, atau mempunyai nama lain Iqbal Meank. Ini agak aneh sedikit. Potongan mukanya, macam orang udah tak tidur selama tujuh hari tujuh malam. Walaupun dia sebenarnya ngga ngantuk. Rambutnya ikal pendek. Kulitnya sawo kematangan dikit. Tingginya sekuping si Aliong. Kerjaannya? Masya Allah, ngeluh ama protes aja tiap hari. Ada aja yang dikeluhin dan diprotesin sama dia. Dari bentuk rumah orang sampai bentuk wajah orang. Kalau Meank, diambil dari marganya dia, Situmeang. Dia ada keturunan batak gituh.

Nih si Londow. Tadi udah daku bahas sedikit di atas. Bapaknya dia keturunan Belanda-Jawa. Jadi, dia agak kebagian Londow bapaknya dikit. Tapi lumayan kelihatanlah dari rambutnya yang agak-agak pirang gitu. Trus kulitnya juga. Agak bintik-bintik kayak kulit orang barat. Postur tubuhnya hampir sama kayak si Boeloe. Tegap, padet, berisi. Bapaknya pensiunan Angkatan Udara. Kalau udah pelajaran olah raga lari. Dia udah pasti nomor satu. Larinya kenceng banget, bleh.

Oh iya, satu lagi. Si ketua kelas biasanya dipanggil De_cha. Kenapa De_cha? De itu berasal dari namanya, Defri. Trus, kenapa ada cha-nya? Cha itu diambil dari nama pujaan hatinya yang bernama Echa. Tapi sayang, bro. Cinta itu tak pernah tersampaikan. Entar deh aku critain tentang kisah cinta mereka.

Upacara sudah dimulai. Defri meninggikan setelan kepalanya. Melihat kesana-kemari, mencari posisi para guru yang sedang menjaga di setiap barisan. “Pas!” sepatah kata keluar dari mulutnya karena tidak ada guru yang berjaga di barisan anak kelas XI.

“Pas, apanya, Def?” Tanya Letoy penasaran. “Akh, mau tau aja kau! Lihat aja ntar!” jelas De_cha singkat sambil mengutip batu-batu dan dedaunan yang ada si sekitar kakinya. Agung sedikit curiga. Dia meminta tukar posisi dengan Bayu. Tapi dia tak mau. Jelas saja si sipit tak mau, dia merasa nyaman bisa berbaris di samping pujaan hatinya, Julya. Julya oh Julya. Mengapa kau tolak cintanya? Hhee.

Saat Agung ingin minta tukar posisi berbaris dengan Iqbal, dia mengurungkan niatnya. Karena si Meank sedang mengeluh sendiri tentang cuaca. “Entah ugapain upacara, udah tadi aku malam aku engga nyenyak tidur, bla bla bla.” Begitulah kerjaannya setiap hari.

Saat sedang ingin bertukar dengan Bagus. Agung merasakan berat di celananya. “Waaah! Apa ini?” protes Agung sambil meraba ke kantong celananya.

“Batu, batu, batu, daun, bungkus permen, daun, daun, tisu, waaa…! Pasti kerjaan kau ni kan, Def?” tebak Letoy. Defri tertawa terbahak-bahak, memperlihatkan giginya yang besar-besar. Melihat itu, sudah pasti, Letoy pun ikut tertawa. Dia paling tidak bisa menahan untuk tertawa bila melihat orang lain tertawa. Bertanda permasalahan pun selesai.

Tetapi polah tingkah jahil Defri tak berhenti sampai di situ. Selama upacara dia terus mengganggu Agung. Hingga pada puncaknya, Agung tak tertawa lagi. Tapi dia malah mengumpat, memaki dan sebagainya.

“Kau Def! Udah botak, jogal—bandel—kerempeng pulak lagi!” hina Gedoy.

Mendengar itu, Bayu seperti mendapat sebuah petunjuk. Teka-teki yang selama ini belum terpecahkan, seperti menemukan titik terang. Teka-teki itu sebenarnya komunitas mereka di kelas X dulu yang sempat tertunda karena belum ada namanya. Dulu mereka ingin menamakan komunitas itu dengan “Boytakz”. Tetapi kurang keren aja kayaknya.

Dia terus mengulang-ngulang kata demi kata yang di ucapkan teman sebangkunya tersebut, “Botak, Jogal, Kerempeng. Botak, Jogal, Kerempeng. Bo, Jo, Ker.” Sambil menggaruk-garuk kepalanya.

Kemudian dia berteriak sambil berlari, “Ndra! Ndra! Ndra!” menuju Andra yang sedang duduk di kursinya. Mengambil buku dan pena seraya mengoceh, “Bagaimana kalau perkumpulan kita yang selama ini belum ada namanya itu, kita beri nama ‘Bojokerz’?”

Andra menggaruk janggutnya yang lebat, “Apa tuh ‘Bojokerz’? Boy-boy jongkok terus bokerz?” candanya mulai tertarik. Aliong pun meneruskan, “Yang begok kalilah kau! Bojokerz itu singkatan dari Botak Jogal Keren abiZ. Gituh!”

“Nah, itu dia!” sentak Agung yang tiba-tiba sudah di situ bersama dengan Defri, Bagus dan Meank. “Boleh juga itu, Bleh!” sambungnya sambil memukul pundak Aliong. “Bojo, bojo, bojo apa tadi?”

“Bojokerz!” sambut Sipit. “Oke! aku setuju!” sambung defri lagi sambil membanting topinya ke meja lalu mengelus-ngelus kepalanya yang gundul.

“Aku ikut!” teriak Bagus. “Bal?” Tanya mereka serempak kepada Iqbal yang sedang duduk di bangkunya sambil mengeluhkan kursinya yang sudah goyang.

Konsentrasi Iqbal mengeluh jadi terganggu. “Terserah klenlah!” tanyanya sambil memperlihatkan wajah ngantuknya.

“Bojokerz, Sah!” teriak Andra sambil memukul meja tiga kali seperti hakim di persidangan. “Senin, tertanggal 22 Agustus 2005!” lanjutnya lagi.

Sapa Kentut Harus Siul

Para anak-anak Bojokerz mulai menemukan jati diri komunitas mereka. Seperti Andra misalnya, dia ingin Bojokerz ini menjadi ajang bagi anak-anak yang lain untuk belajar menjadi pejabat sebuah negara. Karena dia sangat suka tentang hal-hal yang berbau politik. Anak pertama dari tiga bersaudara yang kesemua adiknya perempuan ini sangat antusias untuk mendirikan yang namanya Republik Bojokerz.

Jadi, kamis siang itu, tiga hari setelah di sahkannya Bojokerz, Andra mengumpulkan kelima teman-temannya. Dia ingin menunjukkan rancangan dari Republik Bojokerz itu.

Tak disangka dan tak diduga, teman-temannya pun sama antusiasnya dengan dia. Walaupun beberapa hanya ikut-ikut saja. Jam istirahat kedua dan kelas yang kosong mereka manfaatkan untuk berkumpul. Duduk mengelilingi mejanya Andra dan Defri, mereka menamai pertemuan itu dengan Konfrensi Meja Petak Berlaci Dua (KMP BD) atau yang belakangan mereka ganti dengan Konfrensi Meja Petak Bojokerz Democrazy. Hhaa, ada-ada aja memang mereka.

De_cha berhadapan dengan Agung, Boeloe dan Aliong berhadapan dengan Iqbal dan Bagus.

“Oke, teman-teman, ini merupakan rapat kita yang kedua setelah kemarin yang pertama saat kita mengesahkan perkumpulan ini.” sembur De_cha membuka konfrensi, layaknya seperti pemimpin sidang yang sedang menunjukkan kewibawaannya.

“Yak, saudara Andra boleh berbicara sekarang, tolong jelaskan maksud anda mengumpulkan kami di siang hari yang indah ini! Agar kiranya teman-teman yang lain dapat mengerti dari maksud dan tujuan anda.” Semburnya lagi.

“Terima kasih saudara Defri, Baiklah#####*&^%$# Woi, ga usah kayak gitu kenapa cara ngomongnya, macam betul aja!” protes Iqbal memotong omongan kosong Andra.

“Ya Bal, ya Bal.” patuh Andra. “Jadi gini woi, aku punya rumusan, bla bla bla.” Jelas Boeloe panjang lebar tentang rumusan Republik Bojokerz-nya.

“Tuuuuttttt…. Tuuuuuut…. **&^%$#@$...” suara kentut mengacau suasana perumusan Undang-Undang.

Andra terhenti dari presentasinya. Bagus dengan latah menutup hidungnya dan bernafas menggunakan mulutnya. Iqbal, “siapa lagi tukang kentut ni?!” protes. Agung terlihat tertawa terbahak-bahak. Mereka menatap satu sama lain, karena sumber suara itu tak jelas datangnya dari mana.. Karena merasa dilecehkan, Andra tidak terima, dia menuduh Gedoy sebagai tersangka karena ia tak berhenti tertawa..

Merasa lebih dilecehkan, Gedoy tak terima dengan tuduhan itu, ia tak mau berita yang tak benar ini merusak image-nya sebagai cover boy sekolahan. Teman-teman yang lain pun tak ada yang mau mengakui sebagai pelaku penembak gas beracun itu.

Suasana rapat menjadi kacau, mereka saling tuduh-menuduh. Lempar-melempar statement. Gedoy dan Andra bersitegang hampir main fisik. Untung saja Defri dan yang lain berusaha merelai mereka.

“Woi!” tiba-tiba terdengar suara nge-bass seperti suaranya Patrick dalam serial kartun Sponge Bob. “Maaf ya woi. Tadi aku yang kentut. Gak sengaja aku, gak ada maksud apa-apa kok. Maaf ya woi.” Jelas suara itu lagi.

Mereka mengenali suara itu dan langsung menoleh ke arah darimana datangnya suara itu, yang sepertinya berasal dari belakang Gedoy. Sosok pemilik suara itu tersenyum sambil mengipas-ngipas wajahnya dengan buku tulis. Dia Anugrah Agung, atau akrab dengan panggilan Delon.

Dia adalah satu penghuni kelas IPA 6. Badannya tinggi besar, wajahnya seperti tak memiliki ekspresi dalam keadaan apa pun, senang atau pun duka. Bila tertawa, hanya bibirnya yang terbuka dan menampakkan gigi-giginya seperti orang yang sedang berkaca sambil melihat gigi-gigi depannya. Sedangkan kalau sedang sedih, dia hanya diam. Jadi, teman-temannya tidak tahu keadaan hatinya. Tidak bisa membacanya dari ekspresi wajahnya. Tetapi yang mereka tahu kalau Delon itu adalah anak yang selalu ceria.

Ke enam anak itu tertawa saat melihat Delon yang memperlihatkan gigi-giginya. Saking seriusnya merumuskan Undang-Undang, mereka sampai tak sadar kalau dari tadi Delon berada di situ. Ekspresinya yang datar saat menunjukkan giginya membuat anak-anak Bojokerz tertawa lepas.

“Tak! Tak Tak!” Aliong memukul-mukul meja, berusaha menyita perhatian teman-temannya. “Woi! Bagaimana kalau peraturan pertama dalam Republik Bojokerz yang kita sah kan hari ini adalah ‘sapa kentut, harus siul, agar tidak memunculkan kesalah-pahaman antar warga Bojokerz. Jika tidak mematuhi peraturan ini maka si pelaku harus menerima siksaan dari warga Bojokerz yang lain bila ketahuan, sampai dia berhasil bersiul.’” Lanjut Aliong.

“Sah!” teriak teman-teman yang lain.

Sejak diberlakukannya peraturan itu oleh anak-anak Bojokerz, Agung dan Bayu merupakan orang-orang yang paling dirugikan peraturan itu. Agung selalu kena siksa oleh teman-temannya bila dia terkentut, karena remaja berzodiak aquarius ini tak pernah tahu cara untuk bersiul.

Sedangkan Bayu, seperti menjilat ludahnya sendiri. Saat dia mengucapkan peraturan itu, dia tak sadar kalau dia orang yang paling sering kentut, dan kalau dia sudah terkentut, teman-temannya langsung menggelitiki dan memukuli badannya. Sehingga dia tak punya kesempatan untuk bersiul, karena dia paling tidak tahan bila digelitiki. Ada-ada aja ya si Aliong yang satu ini.

Tuhan Itu Maha Adil

Bojokerz, Botak, Jogal, Keren abiZ. Mengapa anak-anak ini merasa cocok dengan nama ini? Apakah mereka Botak? Yah, beberapa! Jogal? Yah, nakalnya masih normal, tidak sampai pada yang merusak hiduplah. Mereka keren? Pastinya donk.

Mereka tuh punya andalan. Cover Boy sekolahan. Kemana pun dia berjalan, seluruh mata para gadis-gadis selalu tertuju kepadanya. Dia pun langsung menebar senyuman, yang dapat menyejukkan hati setiap gadis yang melihatnya. Siapa lagi kalau bukan si Gedoy.

Kalau cewek-cewek itu tidak tahan menahan emosinya, maka mereka tidak akan segan-segan mencium pipi anak pertama dari tiga bersaudara yang kesemuanya laki-laki itu. Agung hanya bisa tersenyum menghadapi mereka.

Bila kelima temannya jalan bareng dengannya, ntah ke kantin, ntah kemanalah, pasti teman-temannya itu kebagian perhatian dari cewek-cewek itu. Membuat mereka bangga menjadi teman si Letoy.

Siang itu, Agung tak mau ditemani teman-temannya pergi ke Burger Mbak Emi yang letaknya di ujung gerbang sekolahan, dekat kelas mereka. Tetapi Agung pergi dengan pacar barunya, anak kelas X bernama Mara. Cewek berkulit coklat, rambut hitam lurus, berbadan kelangsingan, memakai seragam sekolah panjang tapi tak pakai jilbab.

Defri, Bayu, Iqbal, Bagus dan Boeloe di dalam kelas duduk di bangku mereka masing-masing. Sibuk dengan kegiatan masing-masing. Ada yang sedang membaca majalah buat anak gadis, mendengar MP3, main Hp dan lainnya. Mereka berlima masih jomlo. Kemana-mana selalu sama-sama. Seperti kumpulan homo.

Kadang kala, ada segelintir cewek-cewek pengagum si Gedoy yang melesetkan kepanjangan dari Bojokerz, yaitu GeromBolan Jomlo Keren abiZ. Tapi julukan itu tak berlangsung lama saat Agung jadian dengan pacarnya.

“Def, def!” panggil Aliong memecah keheningan, sambil memutar arah duduknya menghadap kea rah Andra.

“Ha?” sahut Defri malas sambil melongokkan kepalanya ke arah Bayu.

“Si Gedoy kok bisa kenal sama pacarnya itu?” Tanya Aliong penasaran.

“Tah! Tak tau-menau aku.” Jawab Defri dengan lagi-lagi malas. Sepertinya dia merajuk tak bisa mendapatkan perhatian dari cewek-cewek sekolahan karena tak jalan bareng Agung.

“Kayaknya Tuhan itu Maha Adil ya, woi!” bunyi Aliong lagi sambil ke langit-langit kelas.

“Haha” Iqbal tertawa singkat. “Pasti kau mau bilang, kalo Tuhan itu Maha Adil karena lihat pacarnya si Agung.” Tambahnya lagi.

“Yah begitulah, coba kalian pikirin, kalo semua yang ganteng berjodoh dengan yang cantik atau sebaliknya, kasian donk orang-orang yang jelek. Kapan mereka bisa memperbaiki keturunan?” canda Andra si Boeloe, tak takut perkataanya itu berbalik menyerangnya.

“Behh, berarti aku ada kemungkinan dapat jodoh jelek? Gituh?” sahut Bagus lagi sambil mengarahkan telunjuknya ke hidungnya, merasa kalau dirinya itu otang yang ganteng. Cuihh..

“Lah, kalo orang yang pas-pasan kek aku ini nantinya dapat yang gimana, yah?” Tanya Bayu lagi pura-pura blo’on, berharap teman-temannya menyanjungnya.

“Nah, itu derita kau lah!” sahut Iqbal.

“Wakakakaakakakkaa...” Mereka tergelak bersama-sama.

Duarrr..!

Terdengar suara pintu dibanting. Kontan seisi kelas mendongak ke arah datangnya suara. Terlihat sepotong kaki kanan terbungkus celana panjang abu-abu lusuh, kaos kaki putih yang sudah kusam sehingga terlihat menguning dan sepatu hitam yang disana-sini terdapar sobekan-sobekan. Kaki itu bergoyang-goyang. Berputar-putar seperti kaki seorang jagoan di film kung fu yang baru saja menendang KO lawannya.

Seisi kelas masih terpaku. Kaki orang sinting manakah gerangan? Kira-kira begitulah tanya mereka dalam hati.

“Huahahahaha.” Terdengar lagi suara tertawa yang aneh. Seperti suara tertawa raksasa yang dibuat-buat. Kemudian si pemilik kaki itu melompat masuk ke dalam kelas. Berdiri tegap dia atas ubin berwana lumut sambil memangku tangannya di tempat ia mendarat, masih tertawa. Persis seperti raksasa yang sedang kegirangan.

“Behhh!” protes seisi kelas. “Kau rupanya, Def!” Teriak Arsil, pemuda berdarah minang asal Pekan Baru itu.

Teman-teman yang lain masih terpaku ke arah Defri. Sepertinya, ada yang berbeda dengan penampilannya anak itu hari ini. Mereka memerhatikan si ketua kelas itu dari ujung sepatunya sampai ujung rambutnya. Berusaha mencari keganjilan tersebut.

“Botak! Wakakakakakakaka!” Seisi kelas tertawa terbahak-bahak. Suasana menjadi gaduh. Mereka telah menemukan keganjilan dari penampilan si ketua kelas pagi ini. Defri, yang rambutnya panjang sealis bergaya belah tengah seperti artis Bollywood Sakhruk Khan, kini gundul. Ditambah kulitnya yang hitam legam, kepala Defri seperti hutan di pegunungan yang setelah di babat habis, dibakar untuk membersihkannya semak-semaknya. Lucu bukan tanggung.

Seperti sudah putus urat malunya. Sambil tertawa dan tetap berpangku tangan, Defri berjalan menuju bangkunya. Kepalanya ditegakkan, seperti seorang mandor yang sedang memeriksa kerjaan anak buahnya.

Letak kursinya paling belakang, di barisan meja ke tiga dari pintu yang tadi ditendangnya. Di situ, teman sebangkunya Andra juga tertawa kegirangan sambil memegang perutnya. Anak SMA pembudi daya bulu di tubuhnya itu—bulu dibadannya lebat—tak percaya dengan apa yang sedang dilihatnya. Aneh tapi nyata. Sungguh sebuah fenomena yang jarang terjadi. Mengingat dulu Defri pernah bersumpah takkan mau memotong rambutnya bergaya gundul.

“Kayak anak Ethiopia di Afrika sana kau, Def!” teriak Iqbal, kelas makin heboh. Bagus tertawa sambil memukul-mukul mejanya, menciptakan kegaduhan. Tingkah anak keturunan Londow itu memancing teman-teman yang lain untuk membuat suara gaduh yang sama.

Defri tiba-tiba terdiam, saat gaya kepalanya yang seperti mandor memeriksa hasil kerja anak buahnya mengarah ke kedua temannya yang sepertinya tidak perduli apa yang sedang terjadi. Mereka asyik menyalin perkerjaan rumah matematika mereka dari buku Yogi, siswa paling rajin dan paling pintar seantero kelas XI IPA 6.

Mereka adalah Agung dan Bayu. Duet maut yang selalu membuat para guru marah, kesal, jijik dan lain-lain karena tingkah polah mereka yang memang seperti anak SMA lainnya. Biasanya mereka yang paling tidak bisa menahan ketawa. Tertawa seperti makan bagi mereka. tak bisa hidup tanpa tertawa.

Melihat dua teman sebangku itu asyik dengan pekerjaan mereka, Defri tak tinggal diam. Dia ingin mereka memberikan tanggapan tentang rambut barunya.

Dengan kakinya yang panjang, dia melangkahi Andra yang duduk di sebelah kirinya. Letak duduk mereka bersebelahan dengan Agung dan Bayu yang duduk paling belakang dan paling sudut di kelas.

Dia menghampiri duet maut itu. Dengan tangannya yang panjang dan hitam, dia menyenggol tangan Agung yang duduk di pinggir. Agung tetap tidak goyah. Sepertinya dia berkonsentrasi penuh terhadap apa yang sedang dikerjakannya.

Tak kehabisan akal untuk memamerkan potongan rambut barunya, Ketua Kelas berbadan jangkung itu mengambil buku Yogi. Dia mengangkatnya, menurunkannya, dan begitu seterusnya. Dua pasang bola mata mengikuti pergerakan buku itu, seperti terhipnotis sambil tetap meneruskan menyalin.

Kemudian dia mengarahkan buku itu ke kepalanya, meletakkannya di atas bahu sebelah kirinya. Teman-teman yang lain pun terdiam, memerhatikan kejadian itu. Menyaksikan kekonyolan seorang anak remaja berusia 16 tahun.

Usaha Defri tidak sia-sia. Kedua pasang bola mata itu mengarah ke kepalanya. “Uhuahuahuahuahauha!” mereka tergelak segirang-girangnya. Kelas kembali gaduh. Bagus si Londow, kembali memukul-mukul mejanya.

Tiba-tiba Bayu terdiam, duduk rapi di bangkunya, tergesa-gesa membuka buku Matematikanya. Mengecek setelan dasinya lalu berpura-pura berkonsentrasi membaca bukunya. Defri pun heran melihat gelagat aneh temannya. Sepertinya hal buruk sedang terjadi. Bola mata si sipit itu bergerak-gerak, seperti sedang memberikan isyarat yang akhirnya defri mengerti dan mengikuti pergerakan sepasang bola mata itu..

Sontak badan kurus Defri kaget. Sosok berkumis tebal menyeramkan sedang berdiri di depan pintu. Pria bertubuh pendek—kira-kira 160 senti—itu merupakan guru paling killer di sekolahan.

“Pak Masri!” teriak Bagus si Londow latah. Tanpa diperintahkan, dia mengambil topinya dari dalam tas, kemudian berlari keluar pintu. Tingkahnya lagi-lagi membuat seisi kelas mengikutinya. Mereka berlari seperti biri-biri yang baru dibukakan pintu kandang. Menuju lapangan untuk melaksanakan Upacara Bendera hari senin.

Hari ini si Ketua Kelas tak mau berbaris paling depan, remaja penggemar acara “Smack Down” itu memerintahkan Fikri, wakil ketua kelas untuk berdiri di depan. Sedangkan ia mengambil posisi di belakang, kelihatan tak mau bertugas hari ini.

Usut punya usut, rupanya Defri tidak mau menjadi anak baik. Hari ini dia mau memberontak. Sikap itu tergambar dari potongan rambutnya. Sepertinya dia ingin melakukan hal-hal yang selama ini tidak dia lakukan demi menjaga nama baiknya sebagai Ketua Kelas, sosok yang menjadi panutan untuk teman-temannya.

Defri mengambil barisan tepat di belakang Agung si Letoy. Kemudian berturut ke depan, Bayu si sipit, Andra Boeloe, Iqbal Ngantuk, Bagus si Londow, dan seterusnya sampai paling depan si Fikri.

Ke lima orang ini mendapat julukannya masing-masing akibat dari ciri bawaan badan mereka. Agung, mendapat julukan Letoy dan Gedoy, karena postur badannya yang lumayan tinggi—170 sentianlah—dan kurus itu seperti tidak kokoh, lemah, ringkih atau apalah nama lainnya. Ditambah lagi kulitnya yang putih dan rambutnya yang bergaya sisir ke samping menguatkan karakternya sebagai “si Letoy”. Sedangkan matanya yang sayu seperti mata Aktor film Rambo, Sylvester Stelon, menguatkan dia sebagai “Gedoy”, karena seperti habis bergelek, padahal termasuk anak yang rajin beribadah.

Bayu si Sipit atau sering dipanggil Aliong ini sepertinya tidak usah dijelaskan lagi. Anak lakik berkulit sawo matang ini dipanggil begitu karena matanya yang sipit. Padahal di dalam badannya tidak ada mengalir darah orang China. Berpostur tubuh lumayan. Lumayan kurus dan lumayan tinggi maksud saya. Masing-masing 45 kg dan 165 cm. Dia sama si Letoy, suka banget sama yang namanya Blink 182. Mereka hafal semua lagunya. Duet maut ini juga sering bernyanyi berteriak-teriak bikin ribut

Andra si Boeloe. Kalo yang satu ini, tadi sudah saya sebutkan diatas. Dia pembudi daya bulu di tubuhnya. Gila! Seperti kelebihan hormon penumbuh bulu. Di tangannya? Subhanallah! Tuh bulu lebat banget, sama kayak di kaki. Apalagi di dada? Beh! Kayak aktor Telenovela. Tapi postur badannya tegap boy. Potongan rambut bergaya Taruna. Maklum, bapaknya polisi, pangkatnya lumayanlah. Lumayan bisa bikin kita masuk penjara kalau salah-salah ngomong aja.

Iqbal ngantuk, atau mempunyai nama lain Iqbal Meank. Ini agak aneh sedikit. Potongan mukanya, macam orang udah tak tidur selama tujuh hari tujuh malam. Walaupun dia sebenarnya ngga ngantuk. Rambutnya ikal pendek. Kulitnya sawo kematangan dikit. Tingginya sekuping si Aliong. Kerjaannya? Masya Allah, ngeluh ama protes aja tiap hari. Ada aja yang dikeluhin dan diprotesin sama dia. Dari bentuk rumah orang sampai bentuk wajah orang. Kalau Meank, diambil dari marganya dia, Situmeang. Dia ada keturunan batak gituh.

Nih si Londow. Tadi udah daku bahas sedikit di atas. Bapaknya dia keturunan Belanda-Jawa. Jadi, dia agak kebagian Londow bapaknya dikit. Tapi lumayan kelihatanlah dari rambutnya yang agak-agak pirang gitu. Trus kulitnya juga. Agak bintik-bintik kayak kulit orang barat. Postur tubuhnya hampir sama kayak si Boeloe. Tegap, padet, berisi. Bapaknya pensiunan Angkatan Udara. Kalau udah pelajaran olah raga lari. Dia udah pasti nomor satu. Larinya kenceng banget, bleh.

Oh iya, satu lagi. Si ketua kelas biasanya dipanggil De_cha. Kenapa De_cha? De itu berasal dari namanya, Defri. Trus, kenapa ada cha-nya? Cha itu diambil dari nama pujaan hatinya yang bernama Echa. Tapi sayang, bro. Cinta itu tak pernah tersampaikan. Entar deh aku critain tentang kisah cinta mereka.

Upacara sudah dimulai. Defri meninggikan setelan kepalanya. Melihat kesana-kemari, mencari posisi para guru yang sedang menjaga di setiap barisan. “Pas!” sepatah kata keluar dari mulutnya karena tidak ada guru yang berjaga di barisan anak kelas XI.

“Pas, apanya, Def?” Tanya Letoy penasaran. “Akh, mau tau aja kau! Lihat aja ntar!” jelas De_cha singkat sambil mengutip batu-batu dan dedaunan yang ada si sekitar kakinya. Agung sedikit curiga. Dia meminta tukar posisi dengan Bayu. Tapi dia tak mau. Jelas saja si sipit tak mau, dia merasa nyaman bisa berbaris di samping pujaan hatinya, Julya. Julya oh Julya. Mengapa kau tolak cintanya? Hhee.

Saat Agung ingin minta tukar posisi berbaris dengan Iqbal, dia mengurungkan niatnya. Karena si Meank sedang mengeluh sendiri tentang cuaca. “Entah ugapain upacara, udah tadi aku malam aku engga nyenyak tidur, bla bla bla.” Begitulah kerjaannya setiap hari.

Saat sedang ingin bertukar dengan Bagus. Agung merasakan berat di celananya. “Waaah! Apa ini?” protes Agung sambil meraba ke kantong celananya.

“Batu, batu, batu, daun, bungkus permen, daun, daun, tisu, waaa…! Pasti kerjaan kau ni kan, Def?” tebak Letoy. Defri tertawa terbahak-bahak, memperlihatkan giginya yang besar-besar. Melihat itu, sudah pasti, Letoy pun ikut tertawa. Dia paling tidak bisa menahan untuk tertawa bila melihat orang lain tertawa. Bertanda permasalahan pun selesai.

Tetapi polah tingkah jahil Defri tak berhenti sampai di situ. Selama upacara dia terus mengganggu Agung. Hingga pada puncaknya, Agung tak tertawa lagi. Tapi dia malah mengumpat, memaki dan sebagainya.

“Kau Def! Udah botak, jogal—bandel—kerempeng pulak lagi!” hina Gedoy.

Mendengar itu, Bayu seperti mendapat sebuah petunjuk. Teka-teki yang selama ini belum terpecahkan, seperti menemukan titik terang. Teka-teki itu sebenarnya komunitas mereka di kelas X dulu yang sempat tertunda karena belum ada namanya. Dulu mereka ingin menamakan komunitas itu dengan “Boytakz”. Tetapi kurang keren aja kayaknya.

Dia terus mengulang-ngulang kata demi kata yang di ucapkan teman sebangkunya tersebut, “Botak, Jogal, Kerempeng. Botak, Jogal, Kerempeng. Bo, Jo, Ker.” Sambil menggaruk-garuk kepalanya.

Kemudian dia berteriak sambil berlari, “Ndra! Ndra! Ndra!” menuju Andra yang sedang duduk di kursinya. Mengambil buku dan pena seraya mengoceh, “Bagaimana kalau perkumpulan kita yang selama ini belum ada namanya itu, kita beri nama ‘Bojokerz’?”

Andra menggaruk janggutnya yang lebat, “Apa tuh ‘Bojokerz’? Boy-boy jongkok terus bokerz?” candanya mulai tertarik. Aliong pun meneruskan, “Yang begok kalilah kau! Bojokerz itu singkatan dari Botak Jogal Keren abiZ. Gituh!”

“Nah, itu dia!” sentak Agung yang tiba-tiba sudah di situ bersama dengan Defri, Bagus dan Meank. “Boleh juga itu, Bleh!” sambungnya sambil memukul pundak Aliong. “Bojo, bojo, bojo apa tadi?”

“Bojokerz!” sambut Sipit. “Oke! aku setuju!” sambung defri lagi sambil membanting topinya ke meja lalu mengelus-ngelus kepalanya yang gundul.

“Aku ikut!” teriak Bagus. “Bal?” Tanya mereka serempak kepada Iqbal yang sedang duduk di bangkunya sambil mengeluhkan kursinya yang sudah goyang.

Konsentrasi Iqbal mengeluh jadi terganggu. “Terserah klenlah!” tanyanya sambil memperlihatkan wajah ngantuknya.

“Bojokerz, Sah!” teriak Andra sambil memukul meja tiga kali seperti hakim di persidangan. “Senin, tertanggal 22 Agustus 2005!” lanjutnya lagi.


5 komentar:

  1. knp ga kau jd pemerannya???

    ni cerita terlalu banyak bahasa yang ga umum.

    kau ceritanya nanngung unsurnya mau seriuz ato mau buat orang tertawa.

    klo mau 22'y buat lah supaya orang bener2 tertawa,ini kau cuma buat orang tertawa dikit aja ga yang dapat feelnya buat baca,

    teruz klo mau seriuz,ya seriuz lah biar orang baca meresapi cerita seriusnya.

    maap bay klo komen aq kaya gini.

    aq cuma mau kasih semangat buat kau.

    teruz kan bay,aq dukung bay...

    BalasHapus
  2. bayu..
    kamu hebat..
    kagum bgt!!

    bsa fotografi,design juga bisa nulis..
    multitalent kamu bay...

    smangat terus bay..
    kamu pasti bisa jadi orang yang maju.

    sumpah bay, aku kagum..
    :)

    BalasHapus
  3. Maafkan bila ada kesalahan dalam ucap dan sikap. mustahil manusia biasa senantiasa tanpa cela. tegurmu kutunggu, kumenanti kau menasehati, Ataukah kau lebih suka diriku berkubang kealpaan tanpa sadar, hingga kemudian digabungkan bersama ahlu naar? Atau kebencian itu begitu menggebu hingga kau enggan sampaikan peringatan? jika demikian, lisan siapa yang kan meluruskanku dari kekhilafan?

    BalasHapus
  4. ah
    tapi udah mati BOJOKERSSS
    gak ada yang mau ngerayaain lagi ulang tahun bojokerzzz

    gak asyik

    BalasHapus